Cerita Campur - “TEMAN” Baru?
Setelah beristirahat di tempat yang ada setannya tadi kaya nenek lampir ketawanya, walaupun gue gatau nenek lampir itu kaya apa bentuknya. Kita melanjutkan perjalanan yang menanjak, sekitar perjalanan selama 15 menit saat kita jalan santai dan gue sejujurnya merasakan aura yang aneh dari tadi, tiba-iba mbah bram muncul dari depan kita semua dengan tiba-tiba dan dalam posisi siap menyerang.
"AAARRRRRGGGGGG" kata mbah bram yang tiba-tiba muncul di depan kita semua
"kenapa mbah?" kata gue
"ada yang datang dek, keluar kamu" kata mbah bram
"ada siapa mbah?" kata gue masih bingung
"keluar siapapun kamu disana" kata mbah bram
Muncul 1 macan putih dari balik pohon-pohon yang besar ini, badannya tidak sebesar mbah bram namun matanya cukup unik di pupil matanya warna biru dan putih di tengahnya.
"wanjrit jin macan" kata gue
"siapa tuh wil?" kata dimas
"ya mana gue tau" kata gue
"biar gue urus dah" kata martin
"jangan dulu tin, tahan biar sama mbah bram aja" kata gue
"okelah" kata martin, tapi macannya sudah di sampingnya dan nyai gun di samping dimas
"mbah dia siapa??" kata gue
"saya juga tidak tahu dek, siapa kamu?" kata mbah bram
"perkenalkan nama saya adalah nyai Lim" kata nyai Lim
"kenapa kamu mengikuti dek wildan terus? saya sudah peringatkan kamu sebelumnya" kata mbah bram yang siap bertarung
"sabar dulu mbah" kata gue
"saya disini ingin meminta izin dan memohon kepada pemilik kamu itu" kata nyai Lim
"maksud lo gue?" kata gue ke macan itu
"iya maksud saya ke anda" kata nyai Lim
"apa maksud kamu mengikuti kita semua" kata mbah bram
"saya ingin meminta izin untuk bergabung dengan kamu dan dek wildan, karena saya tertarik dengan aura dek wildan ini" kata nyai Lim
"aura saya kenapa?" kata gue
"aura anda begitu kuat saya tertarik kepada anda, saya meminta izin untuk bergabung" kata nyai Lim
Setelah Nyai Lim berbicara seperti itu nyai gun dan macannya martin berdiri di belakang gue, sepertinya buat mereka suatu ancaman tapi buat gue bukan ancaman tetapi sesuatu yang pengen gue ketahui lebih dalam.
“maaf disini saya bukan untuk bertarung dengan kalian terutama kepada mbah yang ada di hadapan saya, karena dia lebih kuat dari saya” kata Nyai Lim
“tahan dulu semuanya” kata gue suruh mbah bram, nyai gun dan macannya martin untuk tidak menyerang.
“maaf sebelumnya saya lancang dengan mengikuti anda tanpa permisi” kata nyai Lim
“gapapa nyai, sudah berapa lama nyai ngikutin saya?” kata gue
“saya mengikuti dek wildan sudah sejak kemarin ketika dek wildan masuk ke hutan ini, saya merasakan aura yang baik dan kuat jadi saya mencari aura itu dan ternyata berasal dari dek wildan” kata nyai Lim
“dari kemarin? Berarti pas malem saya rasain aura aneh itu ternyata nyai Lim?” kata gue
“iya dek benar itu saya” kata nyai lim
“dan mbah bram, kapan mbah bram memperingatkan dia?” kata gue
“tadi pagi dek saat dek wildan mau jalan kembali dan saya memperingati agar tidak mengikuti kembali” kata mbah bram tanpa menoleh ke gue
“yaudah yaudah gini deh, nyai lim ikut saya sampai ke atas pas tempat istirahat kita seperti kemarin, tapi tolong ya nyai jangan buat kekacauan” kata gue
“beik dek saya akan mengikuti perintah dek wildan” kata nyai Lim
Kita jalan lagi menuju tempat tujuan yang di sebut puncak. Nyai Lim berada di paling belakang dan di jagain oleh 3 teman jin kita, mbah bram, nyai gun dan macannya martin. Padahal gue sama sekali ga merasakan ancaman sama sekali dari nyai Lim, emang dasar berlebihan aja nih semua jin tapi gue ngerti kondisinya sih.
“wil ini serius dia di ajak?” kata dimas
“lu liat kan dia masih ikut?” kata gue
“iya sih, tapi serius dia gapapa ikut?” kata dimas
“seriusan gapapa kok percaya sama gue kenapa sih” kata gue
“tenang aja dim, percaya sama wildan dia pasti tau apa yang bakal dia lakuin ga kaya lu gragas” kata martin
“tai lu, emang lu ga khawatir apa? Dia tiba-tiba dateng gitu” kata dimas
“engga, gue sih selow, karena gue percaya sama partner gue” kata martin
“denger tuh bangke, lu doang yang curigaan” kata gue
“udah lah yank, semuanya tau kok wildan bakal lakuin apa, ga kaya kamu” kata nanda
“kok lu ga dukung gue sih yank” kata dimas
“ngapain, kalo ngikutin kamu yang ada udah ga beres dari tadi” kata nanda
“dah ya dim, percaya deh sama gue, yang pasti gue ga bakal buat lu kesusahan ya” kata gue
“terserah lu deh nyet” kata dimas
kita melanjutkan perjalanan lagi entah berapa lama gue ga liat jam tangan gue yang pasti sekarang sudah siang namun matahari tidak dapat menembus pepohonan disini jadi ya ga panas, paling nyamuk doang yang banyak, mana nyamuk hutan lagi, tajem-tajem tusukannya. Pada akhirnya kita menemukan tempat yang cukup untuk gelar matras dan beristirahat disana.
“dah kita istirahat disini dulu deh” kata gue
“buka tenda nih?” kata dimas
“lu bego ya, kita naik lagi nanti, buka matras ajalah” kata gue buka tas dan ngeluarin matras hitam
“emang lu buka tenda mau ngapain dim? Siang-siang gini lu macem-macem keliatan” kata martin
“nah denger tuh” kata gue
“eh tai gue kira kira mau tidur lagi, pikiran lu pada rusak ya anjing gue ga mesum” kata dimas
“tuh kan lu yang bilang ya, padahal kita ga bilang lu mesum berarti itu emang niat lu dari awal” kata martin
“skakmat” kata gue
“tai tai, yaudahlah bebaslah gue nurut” kata dimas
Akhirnya kita semua duduk di matras yang terpisah, setelah duduk rapih gue merencanakan satu hal biar gue tau siapa nyai lim ini sebenarnya.
“mbah bram” kata gue
“iya dek” kata mbah bram
“mbah bisa ke rumah uwa ga?” kata gue
“ada apa dek wildan?’ kata mbah bram
“iya mbah ke rumah uwa, terus ceritain tentang ini ke uwa, pasti ua tau apa yang bakal uwa lakuin” kata gue
“tapi kalau saya tinggal saya takut dek wildan kenapa-kenapa” kata mbah bram
“saya tidak akan menyakiti dek wildan” kata nyai lim
“nah denger kan mbah, gih ke rumah uwa sebentar ceritain semuanya, saya tunggu ya mbah” kata gue
“baik dek, saya akan ke rumah uwa, jika terjadi sesuatu panggil saya ya dek” kata mbah bram
“itu pasti mbah, gih biar cepet beres mbah” kata gue
“baik dek saya minta izin sebentar” kata mbah bram dan menghilang
Nyai Lim duduk agak jauhan dari posisi kita semua duduk sambil di jagain sama nyai gun dan macannya martin, serasa jadi tahanan banget ya nyai lim kasian. Tapi yang gue rasain masih sama dia ga kan berbuat macam-macam sama kita semua, tapi yang gue aneh kenapa pupil matanya putih pada bagian tengah, tidak seperti macan yang lain.
“nyai tunggu ya” kata gue
“baik dek saya akan menungu” kata nyai lim
“saya mau tanya tanya aja sih nyai” kata gue
“iya dek tidak apa=apa saya mengerti kondisinya dek” kata nyai lim
“oke nyai tunggu ya sabar” kata gue
Tidak lama kita menunggu sekitar 30 menit mbah bram kembali bersama mbah yin, saat mbah bram dan mbah yin datang nyai Lim dari posisi duduk menjadi diri dan menunduk ke mbah yin seperti menghormati, yang berarti dia tau posisi mbah yin paling kuat disini.
“siang dek wildan” kata mbah yin
“siang mbah, sudah tau ceritanya mbah?” kata gue
“sudah dek, tadi bram cerita sama uwa nya dek wildan dan saya di sampaikan untuk menanyakan beberapa hal dan sekaligus menjaga dek wildan sementara” kata mbah yin
“oke mbah makasih udah dateng, gimana kita mulainya mbah?” kata gue
“biar saya dan bram yang mengatasi ini dek” kata mbah yin
Mbah bram dan mbah yin menghampiri nyai lim yang sedang membungkuk.
“kamu nyai Lim?” kata mbah yin
“iya, saya nyai lim” kata nyai lim
“mengapa kamu ingin bergabung bersama dek wildan?” kata mbah yin
“dia memiliki aura yang bagus dan positif, saya tertarik untuk bergabung dengan dia” kata nyai Lim
“apakah kamu akan setia bersama dek wildan?” kata mbah yin
“saya berjanji akan setia bersama dek wildan” kata nyai lim
“apakah kamu akan melindungi dek wildan seperti saya melindinginya?” kata mbah bram
“saya akan setia dan akan melindunginya walau nyawa saya adalah taruhannya” kata nyai lim
“mengapa kamu begitu yakin kalai dek wildan akan menerima kamu?” kata mbah bram
“karena saya percaya dek wildan mampu dan saya percaya akan kebaikannya” kata nyai Lim
“lalu kenapa kamu bisa tertinggal disini?” kata mbah yin
“dahulu saya mempunyai pemilik dari kawasan ini juga, namun dia telah meninggal dan tidak mewariskan saya kepada siapapun, dan keluarganya melepas saya dan menaruh saya di hutan ini, sudah sekitar 14 tahun lamanya saya disini tapi belum mendapatkan aura yang baik dan positif seperti yang di miliki oleh dek wildan, jadi saya memohon untuk menerima saya dan saya akan setia membantu” kata nyai lim
“nyai kalaupun nyai ikut saya, saya akan memperlakukan nyai seperti teman saya bukan seperti suruhan saya atau lainnya” kaya gue
“saya paham itu dengan saya melihat mbah bram yang setia dengan dek wildan” kata nyai lim
“jadi kamu tidak mempunyai pemilik atau penjaga lainnya?” kata mbah yin
“tidak saya sekarang sendiri dan saya ingin bergabung dengan dek wildan” kata nyai lim
“baik tunggu disini saya akan menyampaikan ini kepada uwanya dek wildan sebentar” kata mbah yin
“baik saya akan menunggu” kata nyai lim
“dek wildan saya izin sebentar” kata mbah yin
“baik mbah ati-ati” kata gue
“baik dek” kata mbah yin dan menghilang
Mbah bram duduk di depan nyai lim dan begitupun dengan nyai lim sendiri. Tapi ada yang pengen gue tanyain ke dia kenapa matanya putih.
“nyai boleh saya bertanya sesuatu?” kata gue
“boleh dek wildan apa itu?” kata nyai lim
“nyai kenapa matanya putih ya di tengahnya” kata gue
“mata saya putih karena saya hanya bisa melihat aura, untuk melihat manusia hanya bisa sekilas saja tidak bisa jelas.” Kata nyai lim
“terus yang nyai lim lihat apa?” kata gue
“yang saya lihat jelas adalah jin yang ada disini, 2 macan dan satu ular, beserta 3 orang yang mempunyai aura posiitif namun tidak sekuat yang di punyai oleh dek wildan” kata nyai lim
“terus 3 orang lainnya?” kata gue
“hanya samar-samar saya melihat 3 anak perempuan namum tidak dapat melihat jelas” kata nyai lim
“terus bisa ga nyai lim melihat jelas?” kata gue
“bisa dek wildan, namun hanya satu mata ini” kata nyai lim tiba-tiba mata kirinya berubah menjadi normal.
“jadi cuman mata kiri nyai doang? Sedangkan yang kiri masih samar-samar nyai?” kata gue
“iya dek wildan” kata nyai
“yaudah buat sementara begitu saja nyai” kata gue
“baik dek wildan” kata nyai lim mempertahankan mata sebelahnya
“mbah sini” kata gue memanggil mbah bram
Mbah bram mendekati gue dan diri tepat di depan gue
“ada apa dek wildan?” kata mbah bram
“menurut mbah nyai lim gimana tuh?” kata gue berbisik
“menurut saya dia tulus dan dapat di percaya, saran saya terima saja dia sebagai temannya dek wildan” kata mbah bram
“jadi saya terima aja nih?” kata gue
“iya dek, namun semua keputusan berasal dari uwanya dek wildan juga” kata mbah bram
“baik mbah kalo gitu saya menunggu mbah yin saja ya” kata gue
“baik dek wildan” kata mbah bram
Setelah menunggu beberapa lama dan ngobrol sama temen-temen sambil menunggu mbah yin balik kesini yaaaaa sambil ngemil konsumsi yang kita bawa sebelum naik ya, lumayan lah bawa kopi kalengan. Tiba tiba mbah yin balik ke sini dan membawa kabar entah apapun itu.
“dek wildan saya kembali” kata mbah yin
“iya mbah, kata uwa apaan mbah?” kata gue
“kata uwanya dek wildan.....” kata mbah yin
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon